Hari Tuberkulosis Sedunia
Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia, 24 Maret 2015, mengangkat tema mempercepat upaya global untuk membasmi TB (gear up to end TB). Ada kemajuan yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, dan kita sudah berada pada jalur yang benar. Namun demikian, ini saja tidak cukup, karena pada tahun 2013, masih ada 9 juta orang menderita TB dan 1,5 juta meninggal. Apa yang harus kita perlu berbuat lebih banyak lagi?
Pada tahun 2013, sekitar 95% kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, juga menjadi penyebab kematian pada wanita berusia produktif 15-44 tahun, sehingga menyebabkan sekitar 10 juta anak yatim piatu akibat kematian TB pada dewasa. Sekitar 80.000 anak meninggal akibat TB secara global, juga TB pada anak sering terabaikan karena sulit untuk diagnosis dan diobati.
TB juga merupakan penyebab kematian utama pada orang yang hidup dengan HIV (ODHA), yaitu sekitar satu dari empat kematian. Namun demikian, sekitar 4,8 juta orang telah diselamatkan pada 2005-2013, melalui program terkoordinasi TB dan HIV untuk mendeteksi, mencegah dan mengobati infeksi ganda TB-HIV. Setidaknya sepertiga dari orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia pada tahun 2013 yang terinfeksi bakteri TB, meskipun mereka tidak menjadi sakit dengan TB aktif. Orang yang hidup dengan HIV adalah 26-31 kali lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit TB aktif dibandingkan orang tanpa HIV. HIV dan TB membentuk kombinasi yang mematikan, masing-masing mempercepat dan saling memperburuk. Sekitar 360.000 orang meninggal karena TB terkait HIV, 25% kematian ODHA karena TB, 1,1 juta kasus baru TB pada ODHA, dan 78% hidup di Afrika.
Jumlah orang jatuh sakit dan tingkat kematian TB sebenarnya telah menurun 45% sejak tahun 1990, bahkan China telah berhasil menurunkan kematian sampai 80%. Sekitar 80% kasus TB yang dilaporkan terjadi di 22 negara pada tahun 2013, TB terjadi pada setiap propinsi di negara tersebut dan hampir 60% kasus TB baru, terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan Pasifik Barat. Tingkat terbesar dari kasus baru per kapita terjadi di Afrika dan tidak ada sebuah negarapun yang pernah mampu membasmi TB.
Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) adalah bentuk TB dengan bakteri yang sudah tidak merespon, setidaknya terhadap isoniazid dan rifampicin, dua obat anti-TB lini pertama atau standar, yang paling kuat. Penyebab utama dari MDR-TB adalah pengobatan yang tidak tepat, salah obat anti-TB, atau penggunaan obat berkualitas buruk, yang semuanya dapat menyebabkan resistensi obat. Meskipun MDR-TB dapat diobati dan masih dapat disembuhkan dengan menggunakan obat lini kedua, namun pilihan pengobatan terbatas dan obat tidak selalu tersedia. Kesulitan lain, pengobatan ini lebih lama, bahkan sampai dua tahun, lebih mahal, dan dapat menimbulkan reaksi obat yang parah dan merugikan pasien. Dalam beberapa kasus, resistensi obat lebih parah menjadi Extensively Drug-Resistant TB (XDR-TB), adalah bentuk TB yang resistan terhadap berbagai obat, termasuk obat anti-TB lini kedua yang paling efektif. Sekitar 480.000 orang telah menjadi MDR-TB di dunia pada tahun 2013. Lebih dari setengah dari kasus ini berada di India, China dan Rusia. Diperkirakan sekitar 9,0% dari kasus MDR-TB berkembang menjadi XDR-TB, dengan obat anti TB pengganti yang harus diberikan, tersedia jauh lebih sedikit.
Majelis Kesehatan Dunia Mei 2014 lalu, menyepakati strategi ambisius untuk mengakhiri epidemi TB global untuk 20 tahun ke depan (2016-2035). Strategi ini memiliki target untuk mengurangi kematian TB sebesar 95%, memotong kasus baru TB sebesar 90%, dan menjamin biaya pengobatan akibat TB. Selain itu, juga menetapkan tonggak interim tahun 2020, 2025, dan 2030. Strategi ini meliputi enam fungsi inti dalam mengatasi TB, yangharus dilakukan semua negara, termasuk Indonesia. Pertama menciptakan kepemimpinan global terkait hal penting untuk TB. Kedua menyusun kebijakan berbasis bukti, meliputi strategi pencegahan, perawatan dan pengendalian TB, dan memantau pelaksanaannya. Ketiga memberikan dukungan teknis untuk semua negara, mengkatalisasi perubahan, dan membangun kapasitas yang berkelanjutan. Keempat memantau situasi TB global, dan mengukur kemajuan dalam perawatan dan pengendalian TB, termasuk pembiayaannya. Kelima melakukan penelitian terkait TB, penerjemahan dan penyebarannya ke seluruh dunia. Keenam memfasilitasi dan terlibat dalam kemitraan global untuk tindakan pembasmian TB.
Momentum Hari TB Sedunia mengingatkan kita semua tentang epidemi global tuberkulosis dan upaya pembasmian penyakit tersebut. Acara tahunan ini mengingatkan kita bahwa pada tanggal 24 Maret 1882, Dr Robert Koch menemukan penyebab penyakit TB, yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada saat Dr. Koch mengumumkan penemuannya di Berlin, Jerman, waktu itu TB mewabah di seluruh Eropa dan Amerika, bahkan menyebabkan kematian 1 dari setiap 7 orang penderitanya.
Namun demikian, sekitar 37 juta jiwa telah berhasil diselamatkan di seluruh dunia antara tahun 2000 dan 2013, melalui program diagnosis dan pengobatan TB. Saat ini kita berada di jalur yang benar untuk mencapai target TB global tahun 2015, sesuai MDGs untuk menghentikan kejadian TB global. Mari kita lebih cepat bergerak (gear up to end TB), untuk membasmi TB. Sudahkah Anda terlibat membantu?
ditulis oleh:
fx. wikan indrarto, dokter spesialis anak di RS Bethesda Yogyakarta
Catatan : dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat Minggu, 29 Maret 205 halaman 7.